June 29, 2016

HelpNona Writing Contest : Karena Self-Respect adalah Bagian dari Mencintai Orang Lain

Enrika Stefano



Ketika saya masih SD, ada seorang teman laki-laki saya yang menaruh perhatian pada saya layaknya "percintaan anak zaman SD". Tentu ia gengsi untuk mengakuinya maka ia memilih cara yang sama sekali bertolakbelakang dengan perasaannya. Daripada menjadi pangeran kecil yang membantu saya piket, ia menjadi pangeran usil yang meledek saya setiap jam istirahat. Saya tak ingat apa yang ia katakan, dan saya tidak tahu mengapa saya tidak memiliki kekuatan untuk menghindar. Jam istirahat adalah neraka karena ia akan menghampiri saya dan melemparkan pernyataan-pernyataan menyebalkan. Entah bagaimana caranya, ia juga pernah menggigit lengan saya. Saya, seperti anak SD pada umumnya, mau saja terpancing keusilan dia.


Dalam kasus ini, saya rasa hal yang paling sering ditanamkan pada anak perempuan adalah jika ada laki-laki yang usil padamu, tandanya ia menyukaimu. Dan disinilah letak masalahnya. Hingga seorang perempuan tumbuh dewasa,  ia merasa lumrah saja seorang laki-laki berbuat semena-mena padanya. Toh, itu bukti bahwa ia diperhatikan dan dicintai. Posesif menjadi simbol perlindungan. Dan permintaan maaf, seberapapun banyaknya, adalah tetap tulus adanya. Perempuan dibutakan oleh pendapat bahwa tidak apa-apa jika ia terjebak dalam sebuah hubungan di mana laki-laki boleh mengatur hingga hal-hal kecil yang tak perlu diatur. Seperti teman saya yang tidak lagi memakai rok karena pacarnya mengharuskan ia memakai celana panjang. Seperti teman saya yang dilarang melanjutkan kuliahnya ke universitas yang ia impikan karena pacarnya tidak ingin mereka pacaran jarak jauh. Seperti teman saya yang suka memberikan kejutan-kejutan manis untuk pacarnya namun pacarnya tega meneriaki dia di  depan umum, "Ini bukan saat yang tepat, saya lagi sibuk, tahu!"


Dalam artikelnya mengenai Cinderella Complex di laman HelpNona yang bisa dilihat di sini, Nike mengatakan bahwa perempuan suka menyalahartikan makna feminisme, dimana nembak duluan dianggap keren, namun di saat yang bersamaan, mudah menyerah karena takut atau malas mengambil kesempatan yang baru. Padahal, feminisme itu bukan soal kekuatan seorang perempuan dalam menghadapi kekerasan seorang laki-laki. Feminisme itu bukan perkara seorang perempuan yang tidak boleh terlihat lemah berdasarkan konsep bahwa setiap wanita harus tabah. Feminisme itu tidak terletak pada seberapa mandiri seorang perempuan menyimpan permasalahan di dalam dirinya sendiri. Saya mendapati banyak teman perempuan saya yang jelas menyadari bahwa mereka tidak menjalani pacaran sehat, namun masih keukeuh berpendapat bahwa pacar mereka menyayangi mereka. Dan ketika ada temannya yang berusaha memberitahu betapa racunnya hubungan tersebut, ia akan sewot, "Kan saya yang merasakan cinta ini." Bah, lagi-lagi cinta alasannya.


Baiklah, biar saya bantu mendefinisikan apa itu cinta. Cinta tidak akan posesif, karena ia berdasarkan pada kepercayaan. Cinta tidak berbohong, karena betapa sakitnya mengasihi sesuatu dengan tulus namun ternyata bukan yang sesungguhnya, mengasihi yang semu. Cinta bukanlah obsesi, karena tak ada gunanya mencintai orang yang terlihat begitu sempurna namun tak pernah menjadikanmu prioritas. Cinta mendukung cita-cita pasangannya, karena tersiksa rasanya menghabiskan waktu dengan orang yang tidak memahami ambisimu, dan yang ambisinya tak bisa kau pahami. Cinta tak bisa diukur dengan betapa nyambung sebuah obrolan atau sebuah lelucon. Menemukan orang yang bisa memahami 'sisi anehmu' memang sulit, namun lebih bernilai menemukan orang yang mencintaimu bukan karena uang yang kau miliki, waktu yang kau curahkan mendengarkan keluhan yang tak kunjung usai, ataupun tenaga yang kau kerahkan agar ia tidak meninggalkanmu. Cinta itu tak perlu dikejar sedemikian rupa. Ia akan berkembang dengan sendirinya melalui ketulusan. Cinta adalah kedewasaan untuk melihat bahwa dalam pacaran sehat, tidak cukup dua orang yang saling mengagumi. Ia memerlukan dua orang yang saling menghargai, yang dewasa untuk menyadari bahwa dunia ini tak hanya milik berdua. Begitu banyak permasalahan dalam hidup ini dan pernyataan cinta tidak cukup untuk menjamin keberlangsungan pacaran sehat.


Setiap perempuan perlu memahami ini karena salah satu hambatan terbesar dalam pacaran sehat adalah lingkungan pertemanan. Misalnya, ketika seorang laki-laki memberi coklat dan bunga di hari Valentine, teman-teman perempuan si A banyak yang berpendapat, "Aww, so sweet!" Padahal, di hari-hari lain, banyak kejadian dimana si A yang sedang sibuk mempersiapkan ujian harus meladeni kemarahan pacarnya karena si A tidak membalas LINE, walaupun kesibukkan tersebut sudah dikomunikasikan. Di sini biasanya si A akan merasionalisasi, "Ah, memang salah saya. Saya terlalu sibuk mengejar nilai sampai lupa pada pacar saya." Kadang teman-temannya pun berpendapat demikian karena ada yang dibiasakan untuk bertutur kata yang lembut dan tidak menyakitkan sebagai bentuk dukungan. Menasehati "YOLO aja" agar temannya memperjuangkan apa yang menurutnya membuat bahagia, toh hanya untuk "bodoh-bodohan" sementara. Ini tentu salah, sebab teman yang baik tidak akan membiarkan temannya terjerumus dalam hubungan yang tidak sehat, dan akan mengatakan yang sejujurnya. Kalau kaum perempuan terbiasa mendukung temannya untuk mengatasnamakan kebebasan memilih ketimbang akal sehat berbasis fakta, mengagungkan solidaritas ketimbang kenyataan pahit, dan berprinsip "asalkan bahagia di saat ini" sulit rasanya mencegah terjadinya kekerasan dalam hubungan.


Sumber gambar: https://media.licdn.com/mpr/mpr/AAEAAQAAAAAAAAW4AAAAJDFlYWI0Njk4LTRkNzctNGYxOS1iZGY0LTNiYmRkYzQ0OWJmNQ.jpg


Hambatan lain dalam berpacaran sehat juga berakar pada mimpi-mimpi masa kecil seorang perempuan untuk dimanjakan dengan kasih sayang, yang kemudian diterjemahkan pada keromantisan. Maka ketika seorang laki-laki menunjukkan keromantisan, terasa sempurnalah hubungan keduanya. Keromantisan kerap kali menjadi tolak ukur cinta, dengan amat keras kepalanya dibela tanpa mempedulikan pendapat orang lain, padahal romantis itu belum tentu cinta. Mereka yang dimabuk cinta, yang tak berhenti chat siang malam, dan yang senyum-senyum sendiri, suka lupa akan pentingnya mencari orang yang bisa saling mengisi, sebab dalam berpacaran, sekedar melengkapi tidaklah cukup. Banyak yang memilih menghabiskan waktu dengan seorang laki-laki yang memanjakan mereka dan sesekali (atau sering kali) berbuat seenaknya, ketimbang menghabiskan waktu dengan seorang laki-laki yang membuat mereka menjadi perempuan yang berani bermimpi lebih, berkarya dalam masyarakat, dan bersama-sama, keduanya saling menyemangati untuk membentuk versi terbaik dari keduanya.


Ketika seorang perempuan memiliki self-respect, ia akan mendapati pacar yang menghargainya, yang tak perlu dikejar setengah mati, yang tak perlu diiming-imingi perhatian berlebihan. Keduanyapun bisa saling mengisi, saling mendukung mimpi-mimpi yang dimiliki pasangannya, dan saling mengagumi karya yang keduanya ciptakan. Sebaliknya, ketika seorang perempuan membutuhkan perhatian laki-laki untuk menegaskan eksistensinya sebagai perempuan yang harus diperhatikan, ia akan terjebak dalam ketergantungan yang menghancurkan dirinya sendiri. Ia akan senantiasa mencari alasan untuk tidak bermimpi lebih, ia akan menyalahkan dirinya sendiri setiap kali terjadi kekerasan dalam pacaran, dan ia tidak mampu mempertanggungjawabkan identitasnya sebab ia membiarkan jati dirinya dipoles oleh keberadaan seorang lain di dalam hidupnya. 


Maka di masa depan, jangan sampai anak perempuan dibiasakan untuk senang karena diperhatikan oleh anak laki-laki yang menarik kepang mereka. Ini tentu berlaku dua arah. Perempuan bisa diperlakukan semena-mena oleh pacarnya, dan laki-laki pun banyak yang diperlakukan seenaknya oleh pacarnya. Oleh karena itu, permasalahan kekerasan dalam pacaran jangan hanya menjadi concern para perempuan, namun juga laki-laki. Laki-laki harus menolong perempuan yang menjadi korban kekerasan, dan perempuan harus menolong laki-laki yang menjadi korban kekerasan. Ini jelas tidak bisa dijadikan perjuangan satu gender saja; hanya mau membela mereka dengan gender yang sama. Untuk itu, dalam setiap individu perlu ditanamkan pentingnya mengisi diri, menanyakan apa permasalahan dunia yang harus diselesaikan, agar mereka bisa memaksimalkan potensi yang mereka miliki daripada mencari orang lain untuk melengkapi rasa kesepian karena tidak memiliki kecintaan untuk berkarya.

 http://www.helpnona.com/kabarnona/writing-contest-helpnona-2016

February 12, 2016

Off Track: How It Feels Like to Live with a Chronic Liar

It is damn difficult, and you just hate every second of pretending everything is alright.

Knowing that everything that slips from her mouth is a never ending lie. You wish you knew: is it the truth? But you can never tell.

She speaks eloquently with words as sweet as honey and assurance as firm as a rock.

She comes to you when you give her what she WANTS, yet she embraces your enemy when she WANTS TO.

She shuts her mouth when you demand the truth, or even worse, she corners you with her judgements, as if you did not try hard enough to understand her.

She demands you to change, yet she fails to emphathize your cry for freedom.

Yes, freedom from her lies. Freedom from the hurtful feelings of betrayal from a person you care most. Freedom from the sleepless nights of wondering 'where should I start to make her understand how disgusted I am by the fact that I probably can never ever trust her'.

I wish she knew how I feel. I wish she talked to me. I wish she asked me questions. I wish she counted me in as an important part of her life. 

But no, I am just someone whom she kills slowly; she does not even try to let me in and help her.

Am I that useless?

December 31, 2015

Thoughts On New Year 2016

No one forbids you from saying 'Happy New Year'. It's the only public holiday celebrated everywhere, by everyone. It is inevitable because we cannot stop the time, and we cannot not celebrate it. At least, knowing that in between that one second to another, a new chapter will begin.

I don't know if this is one of our bad habits: to measure time. We always realize 'aw damn, another year has passed, so fast!', but pay little attention to what blessings we've gotten so far. We're too busy thinking of 'how difficult the year was' and 'more problems for the new year'. 

So with a humble heart, I should put aside my problems and say, 

Thank you, 2015, one of the most challenging years I have ever experienced. I am glad to experience each of them: love, lost, tirade, edge of the cliff, miracles, friendship, mentorship, helplessness, arrogance, minor depression, revelation of my passion, adaptation, getting to know myself.

To summarize: happiness.

I am happy and I want to stay this way.

So, no, I don't make any resolutios  because to live is to always aim for happiness, to cherish all kinds of moments, to pick up the pieces and move on, to take action and be the change you want to see.

Welcome, 2016!

November 26, 2015

Thoughts on Giving Up

"When do you know when to keep on moving or give up?"

It is difficult to distinguish whether the path you've chosen is the right one. A second thought is normal, but it leads you to question, "I had spent a generous amount of time deciding on the path I chose, but why am I now questioning that decision again?", and ultimately, "Is it too late to switch this path?", or "Should I switch my path?"

Now, you know that it is time to give up when:
  1. You always look for excuses
    Whenever you make a mistake, you'll say, "Oh, I was tired", or "That's my nature. I hope you'll cope with that", or "My lecturer was not clear". If you love what you do, you won't be looking for external forces that lead to your mistakes.
  2. You're not eager to expand your horizon
    You always depend on someone else to give you information on your subject. You're not eager to dig a little deeper on your own because you believe someone else will do it for you.
  3. No matter how hard you try, you just can't reach it
    You like the subject, but you have no capabilities to accomplish your goals. Forget the quote "Everything is possible", and accept that you have to be realistic
  4. You feel tired all the time
    Instead of taking some hobbies, sleep becomes your source of happiness. In reality, people who enjoy the path they've chosen will find happiness when doing their hobbies. Yes, their job is something that they are fond of, but there are other things they are fond of that are not translated in their job. If you are not constantly looking for productivity, you better give up.
  5. You have a backup plan
    Yes, you'll switch your path, but you know it is not the end. Once you have a nicely-planned a backup plan, it's time to let go the path that has turned you into a miserable and sad person.

However, you can't freely change your path all the time just because you're bored or lazy af. Giving up is not synonymous to playing around and demand the world to serve you. Giving up shouldn't be a habit. Giving up should be a reminder that you have to work harder, as you're a few steps behind from the level you should've been, if only you had chosen this path from the beginning.

November 13, 2015

Thoughts on Living

To those who want to end their life

You cut yourself to prevent you from thinking about when to jump, when to drink, when to inject.
You feel this world is unbearable.
I understand.
You have the right to not wanting to live.
But please, hear me out.

Some people argue that life and death are options, thus every person should be granted the right to die, but dear, I should remind you one thing.
Living is never a choice.

Living is a privilege.
When you got a lucky draw
and given a privilege to do something until a certain date, 
will you maximize that privilege?
Yes, you will.
And you have to.
You won that once-in-a-lifetime lucky draw and there will be no second chance to earn that.

Life is cruel. Yes, it can be unbearable. 
Seek help.
Dark whispers telling you to leave do exist.
Please, seek help.

I always believe that everyone has a future,
because that heartbeat of yours is your purpose here.
There will always be a way.
Hang on, darling, but don't hang on in silence.
Scream.
Scream, so people know you are tired of living.
Scream, so people know that life is not okay.
Scream, so people can offer their help.

You are granted a privilege to live.
Do not let anything take that away from you.
You are born to love and be loved.

Give yourself a chance to make peace with yourself.
Give yourself a chance to make other people feel needed.
On top of that,
give yourself a chance to give something to others.
Prove that life is cruel,
but your kindness will kill this cruelness.

Make life the greatest privilege that you will never let death take it away before the assigned time.
Make your life the greatest way to touch others' hearts.

You are privileged.



October 28, 2015

Off Track: Things You Can't Have

I was once told that we should never ever listen to a particular song when we are doing something we don't want to remember. Still, I always end up doing the same mistakeLast night, I was mentally tired and I could not help myself but replayed a song, again and again.

The song made me feel like a glass half full that no matter how much water one pours in, it can never be full.

Sometimes we want something that we can't have. We want someone to fill our glass although you know your line and the other's line can never meet.

People who can't stay are like the songs I play when doing something I know I don't want to remember.
I want to enjoy that brief moment of knowing that we can live those three minutes, although we know it will hurt. I want to replay that and keep it in my head, hum it when no one is around, and close my eyes to feel it closer to my heart.

After that, the song will stuck, and the feelings you've invested too much in it become permanent marker written on the melodies, reminding you of how much you tried not to replay but you were just that curious until you drank too much of it.

Until you are no longer a glass half full because right now...

...you are just that empty.

October 20, 2015

Thoughs on Bouncing Back

I maximized the effort when writing my essay. I really did. I am a high-achiever, an ambitious girl who wants to get everything perfect. So when I got 58/100, my chest felt like pierced. My lecturer even approached me to say, "Your essay is really good, but you failed to address the question." I accepted the fact that rather than focusing on IMF, I focused more on US-China 'conflict'. I won't talk about the content of my essay here.

Usually when I got a bad grade, I'd lock myself and bang my head in disappointment (not literally), but this time, I am doing fine. I know I did really bad, but I accept the fact that I can't do anything about it now. All I have to do is to focus on my exam to ensure I'll get a satisfying final mark. Cliche? Yep. 

So I asked myself, what is really the reason, though?

Arrogance is a poisonous spirit that creeps into your mind, and the only cure for it is to be smacked by reality. This assignment, a tiny assignment (compared to other duties I have to do in the future as an adult), was promised to be returned in a month, and that one month has turned me into the biggest jerk I know (at least, in my head, because I wouldn't shout "I am smart you know!" to everyone).

I had become a jerk over a tiny assignment, so how will I be a humble person in the future?! What will happen to the promise I've made to myself, the promise of not turning into an arrogant moron?! I can't be a long-term moron, waiting for reality to smack me!

This must be universe telling me to keep humble. I realize that I've put on too high expectation on this assignment, and it had turned me into an arrogant bitch. It was that satanic whisper in my head that told me that I am a super smart lady, that I will undeniably get 80/100.  

That is why, after I felt piercings on my chest, I quickly recovered. At first I thought I was in denial, that I was actually sad but tried to look strong. However, when I came to my room, read the assignment again, and tried to cry, I couldn't. That was how I realized how reality has thrown a brick; I was hurt, but didn't bleed. I was arrogant these couple of weeks, and I deserve to be hit, but I am ready to bounce back, and this time, I hope I will bounce cautiously. 


You have to bounce, but remember, there is a ground down there. Promise me that you'll be careful next time. Promise me that you'll focus on the joy of being warned.Promise me you'll have the confidence and the humble heart.